Sunday Asmaul Husna

#Ar Rahman

“Ar-Rahman” menunjukkan rahmat Allah Ta’ala yang sangat luas, yang meliputi seluruh makhluk, termasuk hamba-Nya yang kafir. Hal ini sebagaimana kaidah dalam bahasa Arab, karena “Ar-Rahmaan” mengikuti pola (wazan) (فعلان) (fa’laan) yang berarti “penuh atau sangat banyak”. Contohnya adalah (غضبان) (ghadhbaan) yang menunjukkan orang yang sedang dipenuhi dengan rasa marah. Sehingga “Ar-Rahmaan” kurang lebih bermakna “Dzat yang dipenuhi rasa rahmah mencakup seluruh makhluk.”

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/45078-perbedaan-antara-nama-allah-ar-rahman-dan-ar-rahiim.html

“Ar-Rahman” menunjukkan rahmat Allah Ta’ala yang sangat luas, yang meliputi seluruh makhluk, termasuk hamba-Nya yang kafir. Hal ini sebagaimana kaidah dalam bahasa Arab, karena “Ar-Rahmaan” mengikuti pola (wazan) (فعلان) (fa’laan) yang berarti “penuh atau sangat banyak”. Contohnya adalah (غضبان) (ghadhbaan) yang menunjukkan orang yang sedang dipenuhi dengan rasa marah. Sehingga “Ar-Rahmaan” kurang lebih bermakna “Dzat yang dipenuhi rasa rahmah mencakup seluruh makhluk.”

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/45078-perbedaan-antara-nama-allah-ar-rahman-dan-ar-rahiim.html

“Ar-Rahman” menunjukkan rahmat Allah Ta’ala yang sangat luas, yang meliputi seluruh makhluk, termasuk hamba-Nya yang kafir. Hal ini sebagaimana kaidah dalam bahasa Arab, karena “Ar-Rahmaan” mengikuti pola (wazan) (فعلان) (fa’laan) yang berarti “penuh atau sangat banyak”. Contohnya adalah (غضبان) (ghadhbaan) yang menunjukkan orang yang sedang dipenuhi dengan rasa marah. Sehingga “Ar-Rahmaan” kurang lebih bermakna “Dzat yang dipenuhi rasa rahmah mencakup seluruh makhluk.”

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/45078-perbedaan-antara-nama-allah-ar-rahman-dan-ar-rahiim.html

“Ar-Rahman” menunjukkan rahmat Allah Ta’ala yang sangat luas, yang meliputi seluruh makhluk, termasuk hamba-Nya yang kafir. Hal ini sebagaimana kaidah dalam bahasa Arab, karena “Ar-Rahmaan” mengikuti pola (wazan) (فعلان) (fa’laan) yang berarti “penuh atau sangat banyak”. Contohnya adalah (غضبان) (ghadhbaan) yang menunjukkan orang yang sedang dipenuhi dengan rasa marah. Sehingga “Ar-Rahmaan” kurang lebih bermakna “Dzat yang dipenuhi rasa rahmah mencakup seluruh makhluk.”

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/45078-perbedaan-antara-nama-allah-ar-rahman-dan-ar-rahiim.html

 

“Ar-Rahman” menunjukkan rahmat Allah Ta’ala yang sangat luas, yang meliputi seluruh makhluk, termasuk hamba-Nya yang kafir. Hal ini sebagaimana kaidah dalam bahasa Arab, karena “Ar-Rahmaan” mengikuti pola (wazan) (فعلان) (fa’laan) yang berarti “penuh atau sangat banyak”. 

Contohnya adalah (غضبان) (ghadhbaan) yang menunjukkan orang yang sedang dipenuhi dengan rasa marah. Sehingga “Ar-Rahmaan” kurang lebih bermakna “Dzat yang dipenuhi rasa rahmah mencakup seluruh makhluk.”

Allah Ta’ala berfirman;

الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ [٢٠:٥

(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy”. (Qs. Thaha:5)

قُلْ هُوَ الرَّحْمَٰنُ آمَنَّا بِهِ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا

Katakanlah: “Dialah Allah Yang Maha Penyayang kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal. (Qs. Al-Mulk:29).

الرَّحْمَٰنُ [٥٥:١] عَلَّمَ الْقُرْآنَ [٥٥:٢] خَلَقَ الْإِنسَانَ [٥٥:٣]عَلَّمَهُ الْبَيَانَ [٥٥:٤

(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan al Quran. Dia menciptakan manusia.
Mengajarnya pandai berbicara. (Qs. Ar-Rahman: 1-4).

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ

Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik). (Qs. Al-Isra:110)

Allah Ta’ala berfirman;

الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ [٢٠:٥

(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy”. (Qs. Thaha:5)

قُلْ هُوَ الرَّحْمَٰنُ آمَنَّا بِهِ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا

Katakanlah: “Dialah Allah Yang Maha Penyayang kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal. (Qs. Al-Mulk:29).

الرَّحْمَٰنُ [٥٥:١] عَلَّمَ الْقُرْآنَ [٥٥:٢] خَلَقَ الْإِنسَانَ [٥٥:٣]عَلَّمَهُ الْبَيَانَ [٥٥:٤

(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan al Quran. Dia menciptakan manusia.
Mengajarnya pandai berbicara. (Qs. Ar-Rahman: 1-4).

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ

Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik). (Qs. Al-Isra:110)

Nama Ar-rahman sama dengan nama Allah, tidak ada satu mahkluk pun yang boleh memakai nama tersebut. Kemudian yang perlu di tekankan, rahmat Allah subahanahu wata’ala meliputi seluruh makhluk-Nya, orang shaleh maupun orang yang banyak bermaksiat. Mereka sama-sama mendapatkan rezki dari Allah subahanahu wa ta’ala, di sembuhkan dari penyakit, dan dihindarkan dari marabahaya. Namun di hari akhirat nanti, rahmat-Nya hanya diberikan khusus untuk orang-orang mukmin.



Read more https://wahdahjakarta.com/asmaul-husna-2-ar-rahman-maha-pemurah/



Allah mengasihi seluruh mahluk-Nya dengan memberikan segala kenikmatan, dan kasih-Nya Allah tak memandang kepada siapa ia berikan.

Mari lebih pandai lagi kita bersyukur atas segala kenikmatan yang Allah berikan, karena janji Allah akan menambah nikmat kita jika kita pintar mensyukuri nikmat-Nya.

Zakat, Infaq dan Sedekah bisa kami jemput
087 8621 46610 (Lasmaiba)

📷 IG : www.instagram.com/lasmaiba_Nusadua
👤Facebook : www.facebook.com/lasmaibanusadua

✈️ Telegram : t.me/lasmaiba
🌎 Web :  www.lasmaibabali.org

#sundayasmaulhusna #newnormal #maiba #bali #quotedaily 

Saudara Nurgianto yang mudah-mudahan selalu disayangi Allah. Sebenarnya dalam aqiqah dan kurban ada persamaan di antara kedua ibadah ini, yakni sama-sama sunnah hukumnya menurut mazhab Syafi’i (selama tidak nazar), serta adanaya aktivitas penyembelihan terhadap hewan yang telah memenuhi syarat untuk dipotong. Sementara perbedaan yang ada di antara keduanya lebih pada waktu pelaksanaannya. Kurban hanya dapat dilakukan pada bulan DzulHijjah saja, sedangkan aqiqah dilaksanakan pada saat mengiringi kelahiran seorang bayi dan lebih dianjurkan lagi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Saudara Nurgianto yang kami hormati. Pada dasarnya aqiqah merupakan hak seorang anak atas orang tuanya. Artinya, anjuran untuk menyembelih hewan aqiqah sangat ditekankan kepada orang tua bayi yang diberi kelapangan rezeki untuk sekadar berbagi dalam rangka menyongsong kelahiran anaknya. Hal ini sesuai sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: مَعَ الغُلاَمِ عَقِيقَةٌ Artinya: "Aqiqah menyertai lahirnya seorang bayi," (HR. Bukhari). Para ulama memberi kelonggaran pelaksanaan aqiqah oleh orang tua hingga si bayi tumbuh sampai dengan baligh. Setelah itu, anjuran aqiqah tidak lagi dibebankan kepada orang tua melainkan diserahkan kepada sang anak untuk melaksanakan sendiri atau meninggalkannya. Dalam hal ini tentunya melaksanakan aqiqah sendiri lebih baik daripada tidak melaksanakanya. Terkait dengan pertanyaan saudara, manakah yang didahulukan antara kurban dan aqiqah? Menurut hemat kami jawabannya adalah tergantung momentum serta situasi dan kondisi. Apabila mendekati hari raya Idul Adha seperti sekarang ini, maka mendahulukan kurban adalah lebih baik daripada malaksanakan aqiqah. Ada baiknya pula--apabila saudara menginginkan kedua-keduanya (kurban dan aqiqah)--saudara mengikuti pendapat Imam Ramli yang membolehkan dua niat dalam menyembelih seekor hewan, yakni niat kurban dan aqiqah sekaligus. Adapun referensi yang kami gunakan mengacu pada kitab Tausyikh karya Syekh Nawawi al-Bantani: قال ابن حجر لو أراد بالشاة الواحدة الأضحية والعقيقة لم يكف خلافا للعلامة الرملى حيث قال ولو نوى بالشاة المذبوحة الأضحية والعقيقة حصلا Artinya, "Ibnu Hajar berkata bahwa seandainya ada seseorang meginginkan dengan satu kambing untuk kurban dan aqiqah, maka hal ini tidak cukup. Berbeda dengan al-‘Allamah Ar-Ramli yang mengatakan bahwa apabila seseorang berniat dengan satu kambing yang disembelih untuk kurban dan aqiqah, maka kedua-duanya dapat terealisasi." Konsekuensi yang mungkin kotradiktif dari pendapat Imam Ramli ini adalah dalam pembagian dagingnya, mengingat daging kurban lebih afdhal dibagikan dalam kondisi belum dimasak (masih mentah), sementara aqiqah dibagikan dalam kondisi siap saji. Problem ini tentunya tidak perlu dipermasalahkan karena cara pembagian tersebut bukanlah termasuk hal yang subtantif. Kedua cara pembagian daging tersebut adalah demi meraih keutamaan, bukan menyangkut keabsahan ibadah

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/54742/aqiqah-atau-kurban-dulu
Saudara Nurgianto yang mudah-mudahan selalu disayangi Allah. Sebenarnya dalam aqiqah dan kurban ada persamaan di antara kedua ibadah ini, yakni sama-sama sunnah hukumnya menurut mazhab Syafi’i (selama tidak nazar), serta adanaya aktivitas penyembelihan terhadap hewan yang telah memenuhi syarat untuk dipotong. Sementara perbedaan yang ada di antara keduanya lebih pada waktu pelaksanaannya. Kurban hanya dapat dilakukan pada bulan DzulHijjah saja, sedangkan aqiqah dilaksanakan pada saat mengiringi kelahiran seorang bayi dan lebih dianjurkan lagi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Saudara Nurgianto yang kami hormati. Pada dasarnya aqiqah merupakan hak seorang anak atas orang tuanya. Artinya, anjuran untuk menyembelih hewan aqiqah sangat ditekankan kepada orang tua bayi yang diberi kelapangan rezeki untuk sekadar berbagi dalam rangka menyongsong kelahiran anaknya. Hal ini sesuai sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: مَعَ الغُلاَمِ عَقِيقَةٌ Artinya: "Aqiqah menyertai lahirnya seorang bayi," (HR. Bukhari). Para ulama memberi kelonggaran pelaksanaan aqiqah oleh orang tua hingga si bayi tumbuh sampai dengan baligh. Setelah itu, anjuran aqiqah tidak lagi dibebankan kepada orang tua melainkan diserahkan kepada sang anak untuk melaksanakan sendiri atau meninggalkannya. Dalam hal ini tentunya melaksanakan aqiqah sendiri lebih baik daripada tidak melaksanakanya. Terkait dengan pertanyaan saudara, manakah yang didahulukan antara kurban dan aqiqah? Menurut hemat kami jawabannya adalah tergantung momentum serta situasi dan kondisi. Apabila mendekati hari raya Idul Adha seperti sekarang ini, maka mendahulukan kurban adalah lebih baik daripada malaksanakan aqiqah. Ada baiknya pula--apabila saudara menginginkan kedua-keduanya (kurban dan aqiqah)--saudara mengikuti pendapat Imam Ramli yang membolehkan dua niat dalam menyembelih seekor hewan, yakni niat kurban dan aqiqah sekaligus. Adapun referensi yang kami gunakan mengacu pada kitab Tausyikh karya Syekh Nawawi al-Bantani: قال ابن حجر لو أراد بالشاة الواحدة الأضحية والعقيقة لم يكف خلافا للعلامة الرملى حيث قال ولو نوى بالشاة المذبوحة الأضحية والعقيقة حصلا Artinya, "Ibnu Hajar berkata bahwa seandainya ada seseorang meginginkan dengan satu kambing untuk kurban dan aqiqah, maka hal ini tidak cukup. Berbeda dengan al-‘Allamah Ar-Ramli yang mengatakan bahwa apabila seseorang berniat dengan satu kambing yang disembelih untuk kurban dan aqiqah, maka kedua-duanya dapat terealisasi." Konsekuensi yang mungkin kotradiktif dari pendapat Imam Ramli ini adalah dalam pembagian dagingnya, mengingat daging kurban lebih afdhal dibagikan dalam kondisi belum dimasak (masih mentah), sementara aqiqah dibagikan dalam kondisi siap saji. Problem ini tentunya tidak perlu dipermasalahkan karena cara pembagian tersebut bukanlah termasuk hal yang subtantif. Kedua cara pembagian daging tersebut adalah demi meraih keutamaan, bukan menyangkut keabsahan ibadah

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/54742/aqiqah-atau-kurban-dulu
Sebenarnya dalam aqiqah dan kurban ada persamaan di antara kedua ibadah ini, yakni sama-sama sunnah hukumnya menurut mazhab Syafi’i (selama tidak nazar), serta adanaya aktivitas penyembelihan terhadap hewan yang telah memenuhi syarat untuk dipotong. Sementara perbedaan yang ada di antara keduanya lebih pada waktu pelaksanaannya. Kurban hanya dapat dilakukan pada bulan DzulHijjah saja, sedangkan aqiqah dilaksanakan pada saat mengiringi kelahiran seorang bayi dan lebih dianjurkan lagi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Saudara Nurgianto yang kami hormati. Pada dasarnya aqiqah merupakan hak seorang anak atas orang tuanya. Artinya, anjuran untuk menyembelih hewan aqiqah sangat ditekankan kepada orang tua bayi yang diberi kelapangan rezeki untuk sekadar berbagi dalam rangka menyongsong kelahiran anaknya. Hal ini sesuai sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: مَعَ الغُلاَمِ عَقِيقَةٌ Artinya: "Aqiqah menyertai lahirnya seorang bayi," (HR. Bukhari). Para ulama memberi kelonggaran pelaksanaan aqiqah oleh orang tua hingga si bayi tumbuh sampai dengan baligh. Setelah itu, anjuran aqiqah tidak lagi dibebankan kepada orang tua melainkan diserahkan kepada sang anak untuk melaksanakan sendiri atau meninggalkannya. Dalam hal ini tentunya melaksanakan aqiqah sendiri lebih baik daripada tidak melaksanakanya. Terkait dengan pertanyaan saudara, manakah yang didahulukan antara kurban dan aqiqah? Menurut hemat kami jawabannya adalah tergantung momentum serta situasi dan kondisi. Apabila mendekati hari raya Idul Adha seperti sekarang ini, maka mendahulukan kurban adalah lebih baik daripada malaksanakan aqiqah. Ada baiknya pula--apabila saudara menginginkan kedua-keduanya (kurban dan aqiqah)--saudara mengikuti pendapat Imam Ramli yang membolehkan dua niat dalam menyembelih seekor hewan, yakni niat kurban dan aqiqah sekaligus. Adapun referensi yang kami gunakan mengacu pada kitab Tausyikh karya Syekh Nawawi al-Bantani: قال ابن حجر لو أراد بالشاة الواحدة الأضحية والعقيقة لم يكف خلافا للعلامة الرملى حيث قال ولو نوى بالشاة المذبوحة الأضحية والعقيقة حصلا Artinya, "Ibnu Hajar berkata bahwa seandainya ada seseorang meginginkan dengan satu kambing untuk kurban dan aqiqah, maka hal ini tidak cukup. Berbeda dengan al-‘Allamah Ar-Ramli yang mengatakan bahwa apabila seseorang berniat dengan satu kambing yang disembelih untuk kurban dan aqiqah, maka kedua-duanya dapat terealisasi." Konsekuensi yang mungkin kotradiktif dari pendapat Imam Ramli ini adalah dalam pembagian dagingnya, mengingat daging kurban lebih afdhal dibagikan dalam kondisi belum dimasak (masih mentah), sementara aqiqah dibagikan dalam kondisi siap saji. Problem ini tentunya tidak perlu dipermasalahkan karena cara pembagian tersebut bukanlah termasuk hal yang subtantif. Kedua cara pembagian daging tersebut adalah demi meraih keutamaan, bukan menyangkut keabsahan ibadah.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/54742/aqiqah-atau-kurban-dulu

Komentar